Penjual Bubur Pagi, Penjual Nasi Goreng Malam. Kenapa? #60

Daftar Isi

Malam tadi saya menuju Asrama Kepemimpinan dan Kader Pejuang Pertanian IPB. Perjalanan malam membuat saya mendapat inspirasi baru dalam kepenulisan.

Saya melihat bagaimana kehidupan ekonomi di malam hari. Ada yang masih buka warungnya. Ada penjual nasi goreng, pecel lele, pecel ayam, nasi uduk, dan penjual lainnya.

Saya menyempatkan mampir sebentar ke salah satu penjual nasi goreng. Awalnya mau beli bubur kacang ijo, tapi keinginan tersebut diurungkan. Saya lebih memilih nasi goreng. Pas untuk kebutuhan si perut. Hehe.

Tepat berlokasi di dekat persimpangan Jungle Land, Kota Bogor. Saya menyantap hidangan nasi goreng itu. Sembari melihat kehidupan malam, saya juga sembari mencari inspirasi.

Alhasil insipirasi menulis itu muncul dalam bentuk pertanyaan. "Kenapa ya tukang nasi goreng jualannya malam hari? Padahalkan kita pagi-pagi suka menyantap nasi goreng juga. Kenapa jualannya gak pagi?" Begitulah pertanyaannya.

Tidak lama kemudian saya mulai membaca literatur di internet. Hasilnya, fenomena tersebut adalah kebiasaan yang telah dilakukan sejak dulu.

Pembuatan bubur seperti pembuatan nasi. Namun, volume airnya lebih banyak dibandingkan nasi. Kenapa saya tau? Saya pernah membuatnya waktu kecil. Hehe.

Bubur juga enak disantap saat pagi hari. Apalagi masih panas/anget. Ini akan nikmat sekali.

Berbeda dengan nasi goreng. Biasanya nasi goreng itu dari nasi yang didiamkan beberapa waktu. Kebiasan orang Indonesia suka makan nasi goreng juga di malam hari. Nah, dari sinilah penjual nasi goreng memanfaatkan waktunya, sehingga ia memilih jualannya di malam hari.

Ini soal kebiasaan. Ada juga penjual nasi goreng di pagi hari. Namun, sering ditemukannya di malam hari. Begitu pun dengan penjual bubur. Ada juga yang jualannya hingga satu hari penuh.

Menurut Anda, bagaimana dengan fenomena ini? Tulis di kolom komentar ya. Terima kasih. (MHT)

emhate.com
emhate.com Menulis Tanpa Henti

Posting Komentar